MENJADI SAUDARA DALAM DUKA

Kita mungkin terlahir dari rahim yang berbeda, tumbuh dalam rumah yang tak sama, dan menjalani kehidupan masing-masing tanpa pernah tahu bahwa suatu hari jalan kita akan bersinggungan. Pada awalnya, kita hanyalah orang lain—asing, tak saling mengenal, tak punya alasan untuk peduli. Namun, duka menyatukan kita.

Kesedihan yang datang tanpa permisi menghapus batas-batas yang selama ini terasa tegas. Kehilangan, air mata, dan luka menjadikan kita lebih dari sekadar kenalan; ia membuat kita saling menggenggam, berbagi rasa, dan menemukan penghiburan dalam kehadiran satu sama lain. Dalam duka, kita tidak bertanya siapa yang lebih berhak bersedih, siapa yang lebih dulu merasakan kehilangan. Kita hanya ada—bersama, saling menguatkan.

Mungkin sebelum ini kita berjalan di jalur yang berbeda, menjalani hidup masing-masing tanpa pernah menyadari bahwa di balik semua perbedaan, kita punya satu kesamaan: hati yang mampu merasakan. Duka, betapapun menyakitkannya, mengajarkan kita arti persaudaraan yang sejati—bahwa saudara bukan hanya mereka yang terikat darah, tetapi juga mereka yang hadir di saat air mata tak bisa lagi dibendung.

Penulis: Bu IM Editor: BU IM